Paskah dan Teologi Kematian Yesus : Pembebasan Perjuangan Rakyat Papua Barat dari Penindasan secara Rohani dan Jasmani

Paskah dan Teologi Kematian Yesus : Pembebasan Perjuangan Rakyat Papua Barat dari Penindasan secara  Rohani dan Jasmani  

Oleh : Ev. Adolof Gobai, S.Th (*)

Tuhan Yesus itu meninggalkan kemuliaan, tinggalkan kebenaran, tinggalkan sifa ke Allah dan siap menderita Siap diolok, siap disiksa, siap diejek dan siap di kurang dalam penjara terali besi. 

Bagaimana orang Papua yang sedang memperingati hari kematian Yesus di kayu salib. Apakah orang Papua elit-elit politik, tokoh-tokoh gereja, siap meninggalkan rumah mewah, tinggalkan Jabatan, tinggalkan kemapanan dan mengambil keputusan berjuang bersama rakyat Papua menuntut kemerdekaan dari Indonesia.
 
Apakah orang asli Papua saat ini peringatan hari paskah siap mati seperti Yesus demi selamatkan orang asli Papua dari pemusnahan secara sistematis masif dan terstruktur?

Bicara Papua Merdeka takut mati apalagi mengorbankan diri menderita dalam perjuangan pembebasan Nasional Papua Barat.

Jika anda takut bicara pembebasan Bangsa dari perbudakan dan cengkraman kolonial maka anda tidak bisa mengakui sebagai pengikut Yesus.

Pengikut Yesus tidak cukup hanya mengajarkan keselamatan jiwa dari dari podium dan diatas mimbar tetang pertobatan untuk keselamatan jiwa saja.

Menjadi teladan Yesus harus mengorbankan diri dan menyebarkan teologi pembebasan.

Bagaimana kita bisa berpikir tetang keselamatan jiwa tetapi, bagaimana secara psikologis dan secara Yasmani hidup dalam ketakutan trauma, hidup dalam pengungsian di hutan.

Bicara keselamatan harus ralitis dengan dunia penindasan, manusia harus dibebaskan dari perbudakan.

Jika anda tidak siap menderita demi kebebasan Bangsa anda tidak siap jadi pengikut Yesus karena anda takut mati bicara Papua Merdeka. 

Setiap orang masuk surga tidak hidup-hidup, semua orang mati baru melihat surga Tuhan janjikan. 
Kematian adalah keharusan bagi setiap orang, tetapi jiwa diselamatkan atau tidak tergantung iman dan perbuatan selama hidup di dunia. 

Saya percaya setiap orang yang mati karena bicara kebenaran Papua Merdeka masuk surga. 
Jadi teladan Yesus harus sipil menderita, siap jadi buronan siap masuk penjara dan siap menghadapi kematian demi pembebasan Bangsa. 

Menjadi pengikut Yesus tidak cukup hanya kegiatan sosial sifatnya serimonial.
Che Guevara, Nelson Mandela, Madma Gandhi, mereka menjadi teladan Yesus, mengorbankan kemanusiaan mereka demi keselamatan manusia lain.
Mari kita memaknai hari paskah dengan realitas objektif di Papua.

Peristiwa Kematian Yesus Kristus mengisahkan Penderitaan dan Pengorbanan, harus menjadi refleksi khusus Dalam Perayaan Paskah Jumat Agung 7 Meii 2023 . 

Umat Kristen diajak kembali untuk hidup dalam ajaran Tuhan seperti kejujuran, hidup sederhana, dan peduli kepada sesama. Yang harus dimaknai umat Kristen saat merayakan Jumat Agung Hari Dimana , Yesus telah menjadi korban suatu peristiwa kekerasan, tapi pengorbanannya itulah yang justru menguntungkan umat manusia. Oleh karena itu, manusia harus menghayati Jumat Agung, via dolorosa, dengan tidak menciptakan penderitaan baru bagi sesamanya. 

Apalagi, saat ini masyarakat menanggung beban yang cukup berat. Yang harus diingat adalah manusia harus peka terhadap penderitaan orang lain. 

Memaknai Jumat Agung

Hari Jumat Agung bagi orang Kristen adalah hari hening, hari orang menatap ke atas salib tempat Yesus bergantung, hari orang kembali merenungkan penebusan Yesus Kita juga hari ini berdiri di atas bukit Golgotha. Kita menyaksikan saat pakaian Yesus ditanggalkan, saat-saat paku-paku menembusi kaki dan tangan Yesus, saat Salib ditegakkan, saat-saat Yesus mengucapkan tujuh sabdaNya dari atas salib. Di bawah asuhan seorang tukang kayu di Nazaret, Yesus tentu tahu tentang kayu, tahu tentang paku, tahu tentang hammar dan berbagai alat pertukangan lain. Kini semua alat ini digunakan para pembunuhNya ketika Ia dipaku di kayu salib.

Hari ini kita ingin merenung di hari penyelamatan kita. Di saat orang menghujat Yesus tetapi masih ada harapan, ketika Yesus menjawab orang yang mengenali dirinya, “Yesus, ingatlah akan aku, apabila Engkau datang sebagai raja” (Luk 23:42). Di salib itulah umat manusia menerima penebusan. Di salib itulah, kita disembuhkan oleh luka-luka Yesus.

Tak ada hidup kristiani tanpa salib

Salib itu mungkin tantangan hidup, rasa tidak diterima oleh orang lain, disalahpahami, disingkirkan, dikhianati, ditolak, dianggap sepele, dicaci maki, dihina, dipermalukan dan lain-lain. Salib adalah salib. Dalam cahaya salib Yesus, kita ingin melihat salib kita sendiri. Hanya ketika kita menerima salib itu, Yesus akan mengubah salib kita menjadi salib penebusan, salib yang membawa kita pada firdaus yang membahagiakan. Hanya dengan itu, hati kita bisa menjadi sebuah bait Allah, jiwa kita sebuah altar, tempat pikiran dan perasaan kita menyatu dalam belas kasih Allah. Itu sebabnya kita berkata, salib bukan merupakan kata akhir. Penderitaan bukan jalan terahir, tetapi melalui salib kita otimisme menoleh ke depan, masih ada pengampunan dan haru-hari baik yang penuh kepastian.

Jumat Agung bermakna Pengampunan dan perdamaian

Peristiwa kematian Tuhan Yesus merupakan hal terpenting dalam kekristenan, karena kematian-Nya sebagai jaminan pengampunan dosa-dosa kita. Yesus mengampuni justru pada saat Ia sedang menderita sengsara tergantung di atas salib. Di saat penderitaan itulah justru Yesus berkata “Bapa ampunilah mereka.” (Lukas 23:34). Ia minta Bapa mengampuni orang-orang yang menganiaya-Nya. Yesus mengampuni justru di saat Ia paling dikecewakan, karena sekarang Ia tidak sedang berada di antara murid-murid-Nya tetapi ada di antara para penjahat. Sementara orang-orang yang dekat dengan Dia bahkan yang pernah ditolong-Nya telah menyangkali dan meninggalkan-Nya.

Pengampunan itu harus lahir dari hati yang menyadari keterbatasan manusia. Yesus sadar manusia itu sifatnya sangat terbatas. Itulah sebabnya Allah menempatkan kita orang percaya di tengah dunia ini supaya kita dapat jadi berkat dan teladan hidup yang benar, Bahwa pengampunan harus lahir dari hati yang dekat dengan Bapa dan mengerti kehendak-Nya.

Bagi Yesus, satu-satunya jalan untuk pembebasan dari musuh adalah dengan mencintai musuh, berbuat baik kepada orang-orang yang membenci, dan berdoa bagi mereka yang memberikan perlakuan buruk (Lukas 6:27-28). Hukuman salib yang harus ditanggung Yesus dan kematian-Nya merupakan puncak gerakan antikekerasan yang dilancarkan Yesus demi membela rakyat yang ditindas penguasa agama yang berkoalisi-berkonspirasi dengan penguasa politik sezaman-Nya. Salib adalah risiko tertinggi yang harus ditanggung Yesus dalam kesetiaan dan konsistensi-Nya membela rakyat yang dipinggirkan, diperlakukan tidak adil, dan diperas tangan-tangan kotor penguasa agama dan politik zaman itu. Salib adalah konsekuensi logis sikap Yesus dalam kerelaan memberikan pipi kiri kepada sang penampar yang telah menghajar pipi kanan dalam rimba kebuasan manusia. Itulah bentuk perlawanan radikal yang memutus siklus kekerasan dan balas dendam dengan cara membawa perdamaian.

Makna Jumat Agung: Sikap optimis walau terpenjara

Pesan Jumat Agung adalah sikap optimisme. Karena Yesus yang tersalib itu memberi pesan khusus epada semua umat Kristen, perjalanan umat Kristen dalam mengarungi bahtera kehidupan ini bukanlah tanpa tujuan. Dan bukan pula berakhir dengan penderitaan sekalipun terpenjera oleh penguasa dunia, Penderitaan bukanlah kata akhir, tetapi adfalah optimism babak baru dari harapan baru. Ada harapan yang cerah dan dicerahkan oleh iman keparcayaan kepada Yesus. Dengan demikian, hari Jumat Agung yang yang kita rayakan harus diartikan membangkitkan semangat membangun interaksi dan kebersamaan antarmanusia. Semangat Jumat Agung itu mengganti pesimisme dengan semangat baru.

Makna Jumat Agung: Membangun Kesejatian Hidup

Kesejatian hidup adalah hidup yang sejahtera, bukan saja dalam arti material, melainkan juga dalam arti mampu mengungkapkan dirinya sebagai citra Allah dalam membangun relasi dengan Allah, sesama manusia, ciptaan lain dan seluruh alam semesta. Hidup yang semacam itulah yang hendak dicapai dan pada masa kini masih diperjuangkan dengan susah payah, mengingat masih banyak warga masyarakat yang hidup di bawah garis kemiskinan. Juga masih banyak orang yang terhalang untuk menyejahterakan hidup mereka. Itulah makna Jumat Agung. Maka harus kita usahakan tindakan konkret yang dilakukan bersama-sama dan bukan sebatas kata-kata saja. Dengan kemampuan masing-masing yang sekali pun berbeda, namun dapat terlibat aktif dalam usaha bersama, berapa pun besarnya keterlibatan itu merupakan sumbangan yang pasti mempunyai arti.

Kesimpulan

Kita tahu, Yesus mati bukan karena sakit, bukan karena sudah lanjut usia, tapi Ia mati karena menebus dosa kita. Itulah sebabnya sudah sepantasnyalah jika kita setiap jumat Agung merayakannya dan bersyukur kepada Tuhan. Hal mengampuni merupakan ciri khas kekristenan, dan Yesus telah memberikan teladan bagi kita di saat Dia tergantung di atas salib, Yesus tidak meminta Bapa menghukum orang-orang yang telah menyalibkan-Nya, tapi sebaliknya Ia minta kepada Bapa untuk mengampuni mereka. Demikian juga dengan kita, siapapun yang pernah menyakiti, mengecewakan, menghianati kita, hendaknya kita ampuni. Karena pengampunan itu lahir dari hati yang dekat kepada Tuhan dan yang mengerti kehendak-Nya.

Semoga seluruh umat Kristiani bersedia membagikan kasih kepada sesama yang menderita, karena dengan demikian kita dikenal sebagai para murid Kristus. Kiranya pertobatan kita meruntuhkan benteng pementingan diri, yang selama ini membuat jarak antara kita dengan warga masyarakat pada umumnya. (KAWASANPUBLIC.COM Nabire 7 April 2023)
Previous article
Next article

2 Komentar

Ads Post 2

Ads Post 3