KAPOLRESTA SORONG SEGERA HENTIKAN KRIMINALISASI TERHADAP LEO IJIE, S.H ADVOKAT DAN PEMBELA HAM PAPUA

Mungkin gambar 1 orang, kukang dan teks yang menyatakan 'STOP KRIMINALISASI AKTIVIS BEBASKAN LEO DJIE PENGACARA KASUS KISOR DAN KASUS LK DARI LBH KAKI ABU DIKRIMINALISASI CHANGE.ORG/BEBASKANLEO'

Siaran Pers
Koalisi Penegak Hukum dan HAM Papua
Nomor : 003/SK-KPHHP/VI/2023
KAPOLRESTA SORONG SEGERA HENTIKAN KRIMINALISASI TERHADAP LEO IJIE, S.H ADVOKAT DAN PEMBELA HAM PAPUA
“Leo Ijie, S.H Sudah Selesaikan Persoalan Ujaran Kebencian Dengan Cara Meminta Maaf Kepada Publik Secara Terbuka Melalui Media Sesuai Pasal 39 ayat (2), UU No 19 Tahun 2016. Penetapan Tersangka Terhadap Leo Ijie, S.H merupakan Pelanggaran SE Kapolri No : SE/6/X/2015”
Pada prinsipnya Advokat adalah orang yang berprofesi memberi jasa hukum, baik di dalam maupun di luar pengadilan sebagaimana diatur pada pasal 1 angka 1, Undang Undang Nomor 18 Tahun 2003 Tentang Advokat. Untuk diketahui bahwa Jasa Hukum yang diberikan Advokat berupa memberikan konsultasi hukum, bantuan hukum, menjalankan kuasa, mewakili, mendampingi, membela, dan melakukan tindakan hukum lain untuk kepentingan hukum klien sebagaimana diatur pada pasal 1 angka 2, Undang Undang Nomor 18 Tahun 2003 Tentang Advokat.
Dalam menjalankan tugasnya “Advokat tidak dapat dituntut baik secara perdata maupun pidana dalam menjalankan tugas profesinya dengan iktikad baik untuk kepentingan pembelaan Klien dalam sidang pengadilan” sebagaimana diatur pada Pasal 16, Undang Undang Nomor 18 Tahun 2003 Tentang Advokat. Selain itu, berkaitan dengan perlindungan Advokat dalam menjalan tugas Pemberian Bantuan hokum diluar sidang pengadilan dijamin dengan tegas dalam ketentuan “Pemberi Bantuan Hukum tidak dapat dituntut secara perdata maupun pidana dalam memberikan Bantuan Hukum yang menjadi tanggung jawabnya yang dilakukan dengan iktikad baik di dalam maupun di luar sidang pengadilan sesuai Standar Bantuan Hukum berdasarkan peraturan perundang-undangan dan/atau Kode Etik Advokat” sebagaimana diatur pada Pasal 11, Undang Undang Nomor 16 Tahun 2011 tentang Bantuan Hukum. Berdasarkan pada hak impunitas advokat yang dimiliki oleh seorang advokat diatas maka sudah tegas bahwa Advokat dalam memberi jasa hokum baik di dalam maupun di luar pengadilan kepada kliennya tidak dapat dituntut secara perdata maupun pidana sesuai dengan perintah Pasal 16, Undang Undang Nomor 18 Tahun 2003 Tentang Advokat junto Pasal 11, Undang Undang Nomor 16 Tahun 2011 tentang Bantuan Hukum.
Atas dasar itu, apabila melifat fakta penetapan tersangka kepada Advokat Leo Ijie, S.H berdasarkan Surat Keterangan Nomor : S.TAP/92/V/2023/Rekrim tentang Penetapan Tersangka atas dugaan tindak pidana sebagaimana diatur pada Pasal 45A ayat (2) jo Pasal 28 ayat (2) UU RI Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas Undang Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik dan/atau Pasal 156a KUHP dan/atau Pasal 156 KUHP yang terjadi pada hari Senin, 3 Januari 2022 di Jalan Sudirman depan Kantor Pengadilan Negeri Sorong. Untuk diketahui bahwa fakta hokum yang terjadi pada hari Senin, 3 Januari 2022 di Jalan Sudirman depan Kantor Pengadilan Negeri Sorong yaitu Saudara Leo Ijie, S.H selalu Kuasa Hukum bersama kliennya mempertanyakan sikap Kejaksaan Negeri Sorong dan Pengadilan Negeri Sorong yang memindahkan 6 (enam) orang kliennya ke Makasar untuk disidangkan di Pengadilan Negeri Makasar tanpa sepengetahuan Leo Ijie, S.H dkk selalu Kuasa Hukum Maikel Yaam, Amos Ky, Robianus Yaam, Maklom Same, Yakobus Worait dan Agustinus Yaam. Dengan demikian sudah dapat disimpulkan bahwa apa yang dilakukan oleh Saudara Leo Ijie, S.H selalu Kuasa Hukum merupakan bagian langsung dari implementasi Advokat adalah orang yang berprofesi memberi jasa hukum, baik di dalam maupun di luar pengadilan sebagaimana diatur pada pasal 1 angka 1, Undang Undang Nomor 18 Tahun 2003 Tentang Advokat.
Sesuai dengan fakta hukum pada hari Senin, 3 Januari 2022 di Jalan Sudirman depan Kantor Pengadilan Negeri Sorong merupakan bagian langsung dari memberi jasa hukum, baik di dalam maupun di luar pengadilan kepada Maikel Yaam, Amos Ky, Robianus Yaam, Maklom Same, Yakobus Worait dan Agustinus Yaam yang merupakan klien dari Leo Ijie, S.H dkk (Baca : https://sorongraya.co/.../pemindahan-lokasi-sidang.../) maka penetapan tersangka kepada Advokat Leo Ijie, S.H berdasarkan Surat Keterangan Nomor : S.TAP/92/V/2023/Rekrim tentang Penetapan Tersangka atas dugaan tindak pidana sebagaimana diatur pada Pasal 45A ayat (2) jo Pasal 28 ayat (2) UU RI Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas Undang Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik dan/atau Pasal 156a KUHP dan/atau Pasal 156 KUHP merupakan tindakan yang bertentangan dengan Pasal 16, Undang Undang Nomor 18 Tahun 2003 Tentang Advokat junto Pasal 11, Undang Undang Nomor 16 Tahun 2011 tentang Bantuan Hukum.
Untuk diketahui bahwa berkaitan dengan pernyataan yang dilontarkan oleh Saudara Leo Ijie, S.H selalu Kuasa Hukum yang kemudian menjadi dasar hokum terbitnya Laporan Polisi Nomor : LP/B/03/I/2022/SPKT/Polres Sorong Kota/Polda Papua Barat tanggal 4 Januari 2022 sendiri telah dilakukan klarifikasi dan permohonan maaf sebagaimana termuat dalam laman berita online berikut : "Saya mohon maaf jika orasi yang saya sampaikan kemarin, melukai hati saudara-saudara saya semua. Sehubungan dengan ucapan atau kalimat saya yang beredar dan dianggap melecehkan, sekali lagi saya memohon maaf yang sebesar-besarnya kepada semua pihak apabila ucapan saya menyinggung hati teman-teman dan dianggap menista agama," demikian permohonan maaf yang disampaikan Leonardo Ijie, di Sekretariat LBH Kaki Abu, Rabu (5/1) (Baca : https://kumparan.com/.../pengacara-leo-ijie-saya.../full). Atas dasar itu, sudah semestinya Laporan Polisi Nomor : LP/B/03/I/2022/SPKT/Polres Sorong Kota/Polda Papua Barat tanggal 4 Januari 2022 dihentikan sebab Saudara Leo Ijie, S.H selalu Kuasa Hukum telah memilih menyelesaikan persoalan tersebut dengan jalan Non Litigasi (diluar hokum) sesuai dengan ketentuan “para pihak dapat menyelesaikan sengketa melalui arbitrase, atau lembaga penyelesaian sengketa alternatif lainnya sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan” sebagaimana diatur pada Pasal 39 ayat (2), Undang Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas Undang Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.
Pada prinsipnya sikap Saudara Leo Ijie, S.H yang memilih mekanisme penyelesaian sesuai perintah Pasal 39 ayat (2), Undang Undang Nomor 19 Tahun 2016 diatas merupakan suatu tindakan yang semestinya dipuji oleh seluruh Aparat Penegak Hukum khususnya Kapolres Cq Kasat Reskrim dan Anggota Polisi di wilayah hokum Polres Kota Sorong sebab Saudara Leo Ijie, S.H sebagai Penegak Hukum tanpa diperintah telah langsung mengimplementasi kebijakan Surat Edaran Kapolri Nomor : SE/6/X/2015 tentang Penanganan Ujaran Kebencian yang jelas-jelas memerintahkan kepada Kasatwil agar melakukan kegiatan : apabila ditemukan perbuatan yang berpotensi mengarah pada tindak pidana ujaran kebencian maka setiap anggota Polri wajib melakukan : 1). Memonitoring dan mendeteksi sedini mungkin timbulnya benih petikaian di Masyarakat, 2). Melakukan pendekatan pada pihak yang diduga melakukan ujaran kebencian, 3). Mempertemukan pihak yang diduga melakukan ujaran kebencian dengan korban ujaran kebencian, 4). Mencari solusi perdamaian antara pihak-pihak yang bertikai, dan 5). Memberikan pemahaman mengenbai dampak yang akan timbul dari ujaran kebencian di Masyarakat (Baca : angka 3, huruf a, angka 5, huruf d, Surat Edaran Nomor : SE/6/X/2015 tentang Penanganan Ujaran Kebencian).
Atas dasar itu, sangat keliru jika Laporan Polisi Nomor : LP/B/03/I/2022/SPKT/Polres Sorong Kota/Polda Papua Barat tanggal 4 Januari 2022 dilanjutnya tanpa melakukan tindakan preventif sesuai dengan perintah angka 3, huruf a, angka 5, huruf d, Surat Edaran Nomor : SE/6/X/2015 tentang Penanganan Ujaran Kebencian diatas jelas akan bertentangan dengan perintah ketentuan angka 3, huruf b angka 1, Surat Edaran Nomor : SE/6/X/2015 tentang Penanganan Ujaran Kebencian. Pada prinsipnya melalui tindakan penetapan tersangka kepada Advokat Leo Ijie, S.H berdasarkan Surat Keterangan Nomor : S.TAP/92/V/2023/Rekrim tentang Penetapan Tersangka atas dugaan tindak pidana sebagaimana diatur pada Pasal 45A ayat (2) jo Pasal 28 ayat (2) UU RI Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas Undang Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik dan/atau Pasal 156a KUHP dan/atau Pasal 156 KUHP secara langsung telah membuktikan adanya temuan dugaan tindakan pelanggatan kode etik khususnya terkait Dalam pelaksanaan tugas, anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia wajib menaati segala peraturan perundang-undangan dan peraturan kedinasan yang berlaku sebagaimana diatur pada Pasal 4 huruf f, Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2003 tentang Peraturan Disiplin Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia. Selain itu, adanya temuan dugaan tindakan pelanggatan kode etik khususnya terkait Dalam pelaksanaan tugas, anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia dilarang menyalahgunakan wewenang sebagaimana diatur pada Pasal 6 huruf q, Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2003 tentang Peraturan Disiplin Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia.
Dengan berdasarkan pada kekhawatiran adanya dugaan pelanggaran kode etik kepolisian sesuai dengan ketentuan Pasal 4 huruf f dan Pasal 6 huruf q, Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2003 tentang Peraturan Disiplin Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia melalui tindakan penerbitan Surat Keterangan Nomor : S.TAP/92/V/2023/Rekrim tentang Penetapan Tersangka atas dugaan tindak pidana sebagaimana diatur pada Pasal 45A ayat (2) jo Pasal 28 ayat (2) UU RI Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas Undang Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik dan/atau Pasal 156a KUHP dan/atau Pasal 156 KUHP maka untuk menghindari terjadinya dugaan pelanggaran kode etik kepolisian maka dalam kasus ini Kapolresta Sorong Cq Kasatreskrim Polres Kota Sorong dapat memanfaatkan mekanisme penyelesaian yang diatur dalam ketentuan “para pihak dapat menyelesaikan sengketa melalui arbitrase, atau lembaga penyelesaian sengketa alternatif lainnya sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan” sebagaimana diatur pada Pasal 39 ayat (2), Undang Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas Undang Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik untuk mendorong penyelesaian mengunakan mekanisme penerapan keadilan restoratif (Restorative justice) sebagaimana diatur pada angka 3 huruf c, Surat Edaran Kapolri Nomor : SE/8/VII/2018 tanggal 27 Juli 2018.
Pada prinsipnya usulan penerapan keadilan restoratif (Restorative justice) sebagaimana diatur pada angka 3 huruf c, Surat Edaran Kapolri Nomor : SE/8/VII/2018 tanggal 27 Juli 2018 didasarkan pada ketentuan Penyidik karena kewajibannya/kewenangannya mempunyai kewenangan menjalankan tindakan hukum lain menurut hokum yang bertanggungjawab sebagaimana diatur pada Pasal 5 ayat (1) angka 4 dan Pasal 7 ayat (1) huruf j, Undang Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana. Atas dasar itu, penerapan keadilan restoratif (Restorative justice) sesuai Surat Edaran Kapolri Nomor : SE/8/VII/2018 tanggal 27 Juli 2018 dalam penyelesaian persoalan sebagaimana dalam Laporan Polisi Nomor : LP/B/03/I/2022/SPKT/Polres Sorong Kota/Polda Papua Barat tanggal 4 Januari 2022 merupakan perintah tindakan penyelidikan dan penyidikan yang dilaksanakan jika memenuhi syarat sebagai berikut : a. tidak bertentangan dengan suatu aturan hukum; b. selaras dengan kewajiban hukum yang mengharuskan tindakan tersebut dilakukan; c. harus patut, masuk akal, dan termasuk dalam lingkungan jabatannya; d. pertimbangan yang layak berdasarkan keadaan yang memaksa; dan e. menghormati hak asasi manusia sebagaimana diatur pada Pasal 16 ayat (2), Undang Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia.
Dengan demikian maka berdasarkan pada hak impunitas advokat yang dimiliki oleh seorang advokat dimana Advokat dalam memberi jasa hukum baik di dalam maupun di luar pengadilan kepada kliennya tidak dapat dituntut secara perdata maupun pidana sesuai dengan perintah Pasal 16, Undang Undang Nomor 18 Tahun 2003 Tentang Advokat junto Pasal 11, Undang Undang Nomor 16 Tahun 2011 tentang Bantuan Hukum apabila Kapolresta Sorong Cq Kasatreskrim Polresta Sorong melanjutkan proses hokum atas Laporan Polisi Nomor : LP/B/03/I/2022/SPKT/Polres Sorong Kota/Polda Papua Barat tanggal 4 Januari 2022 serta Surat Keterangan Nomor : S.TAP/92/V/2023/Rekrim tentang Penetapan Tersangka atas nama Advokat Leo Ijie, S.H maka jelas-jelas membuktikan bahwa KAPOLRESTA SORONG CQ KASATRESKRIM POLRESTA SORONG TELAH MENGKRIMINALISASI LEO IJIE, S.H SEBAGAI ADVOKAT PAPUA YANG DILINDUNGI BERDASARKAN PASAL 16, UNDANG UNDANG NOMOR 18 TAHUN 2003 TENTANG ADVOKAT JUNTO PASAL 11, UNDANG UNDANG NOMOR 16 TAHUN 2011 TENTANG BANTUAN HUKUM. Mengingat Advokat adalah bagian langsung dari Pembela HAM maka diharapkan agar Komnas HAM RI dan Komnas HAM Perwakilan Papua dapat mengimplementasi Peraturan Komnas HAM RI Nomor 5 Tahun 2015 tentang Prosedur Perlindungan Terhadap Pembela HAM dalam kasus Kriminalisasi LEO IJIE, S.H sebagai Pembela HAM.
Berdasarkan uraian diatas serta berpijak pada hak konstitusional diatas maka kami Koalisi Penegak Hukum dan Hak Asasi Manusia Papua mengunakan kewenangan yang diberikan berdasarkan ketentuan “Setiap orang, kelompok, organisasi politik, organisasi masyarakat, lembaga swadaya masyarakat, atau lembaga kemasyarakatan lainnya, berhak berpartisipasi dalam perlindungan, penegakan, dan pemajuan hak asasi manusia” sebagaimana diatur pada pasal 100, Undang Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia menegaskan :
1. Kapolri Cq Kapolda Papua Barat Cq Kapolresta Sorong segera hentikan Kriminalisasi Advokat Papua LEO IJIE, S.H sebagai bentuk penghargaan Pasal 16, UU Nomor 18 Tahun 2003 Tentang Advokat Junto Pasal 11, UU Nomor 16 Tahun 2011 Tentang Bantuan Hukum;
2. Kapolri segera Perintahkan Kapolda Papua Barat untuk memerintahkan Kapolresta Sorong menjalankan perintah Surat Edaran Kapolri No : SE/6/X/2015 jo Surat Edaran Kapolri Nomor : SE/8/VII/2018 dalam penyelesaian Laporan Polisi Nomor : LP/B/03/I/2022/SPKT/Polres Sorong Kota/Polda Papua Barat;
3. Komnas HAM RI segera berkordinasi dengan Kapolri Cq Kapolda Papua Barat Cq Kapolresta Sorong untuk menghentikan Kriminalisasi Terhadap Advokat dan Pembela HAM LEO IJIE, S.H sebagai bentuk perlindungan terhadap Pembela HAM sesuai perintahPasal 9, Peraturan Komnas HAM RI Nomor 5 Tahun 2015;
4. Kapolda Papua Barat segera Perintahkan Kapolresta Sorong jalankan perintah Surat Edaran Kapolri No : SE/6/X/2015 jo Surat Edaran Kapolri Nomor : SE/8/VII/2018 dalam penyelesaian Laporan Polisi Nomor : LP/B/03/I/2022/SPKT/Polres Sorong Kota/Polda Papua Barat;
5. Propam Polda Papua Barat segera periksa dugaan Pelanggaran Kode Etik dalam penerbitan penetapan tersangka kepada Advokat Leo Ijie, S.H berdasarkan Surat Keterangan Nomor : S.TAP/92/V/2023/Rekrim tanpa memperhatikan ketentuan angka 3, huruf b angka 1, Surat Edaran Nomor : SE/6/X/2015 tentang Penanganan Ujaran Kebencian;
6. Kapolresta Sorong segera jalankan perintah Surat Edaran Kapolri No : SE/6/X/2015 jo Surat Edaran Kapolri Nomor : SE/8/VII/2018 dalam penyelesaian Laporan Polisi Nomor : LP/B/03/I/2022/SPKT/Polres Sorong Kota/Polda Papua Barat.
Demikian siaran pers ini dibuat, semoga dapat dipergunakan sebagaimana mestinya. Atas perhatiannya disampaikan terima kasih.
Jayapura, 16 Juni 2023
Hormat Kami
KOALISI PENEGAK HUKUM DAN HAM PAPUA
(LBH Papua, PAHAM Papua, ALDP, PBH Cenderawasih, KPKC GKI Sinode Tanah Papua, SKP Fransiskan, Elsham Papua, Yadupa dan lain-lain)
EMANUEL GOBAY, S.H.,MH
(Kordinator Litigasi)
Previous article
Next article

Belum ada Komentar

Posting Komentar

Ads Post 2

Ads Post 3