Lingkungan
Opini
Papua Tengah
Sudut pandang Ancaman Hutan
Dokpri : tampak foto penulis yang adalah salah satu Aktivis Lingkungan/[Jimi-Alurpapua.com] |
Oleh: Jimi K
Alurpapua.com - Bumi merupakan salah satu dari sembilan pelanet. Bumi adalah dimana makhluk baik itu, Air, Hutan, dekomposer, hewan, dan manusia hidup.
Lambang kehidupan, keadilan, ketenangan, dan kebesaran adalah Hutan ( Paru-paru Dunia).
Hutan tropis memayungi Nusantara Indonesia, dgn ini suatu kekayaan yang tiada ternilai, hadiah Tuhan.
Namun terasa beban Hutan ini semakin hari semakin memberat, hektar demi hektare hutan tropis yang lebat semakin mundar,
Hari demi hari ancaman demi ancaman berlangsung terus mengelupas kulit bumi yang tadinya subur dan terlihat kehijauan,
Berubah menjadi gundul merana yang membawa nestapa bagi penghuni sekitar nya.
Deru mesin dan truk-truk buldoser mengusik mimpi indah marga satwa yg berkicau mesra di pagi hari,
Mengusir serba satwa berlari pagi berimigrasi,
Bertransmigrasi ke daerah dan ke negeri lain yg aman dan tentram.
Ketika si pohon raksasa tumbang,
Pelindung belantara,
Pohon kecil merana tak terlindung,
Hujan deras menghempas Bumi,
Tajuk-tajuk Hutan yang berlapis-lapis laksana payung perisai dari derasnya hujan,
Telah tiada, Direnggut oleh mesin Monster,
Lapisan Tanah tak terlindung dari sebetan hujan deras, Dan tak mampu menahan dan bermesra-an lama dengan air hujan.
Hampasan air tiada tertahan erosi,
Mengancam banjir melanda desa,
Semuanya pada nestapa,
Yang tersisa hanya Air mata dan genangan air yang menghanyutkan seluruh kekayaannya.
Disadari atau tidak disadari beban Hutan ditambah berat. Peladangan luar yang berpindah semakin luas. Hektar demi hektare kualitas Hutan merosot demi devisa negara mendorong lahan penebangan hutan.
Sementara itu, masyarakat adat yang hidup di kawasan hutan teralah terusir dari hutan.
Ia yang nenek moyangnya yang dulu menyatu dengan Hutan, kini harus pergi dengan Hutannya, dari Alamnya, Hutannya telah tiada mereka yang tadinya hidup penuh harmonis dengan alam dan sumber kehidupan terpaksa meninggalkannya.
Hutan tropis ini memang masih ratusan juta hektare, namun ia akan hilang bila kecenderungan yang matrialistis berlangsung terus menerus. Jika kecenderungan kurang serius nya penanganan dan pengawasan berlangsung terus, jika dibawa, di siplin dan dedikasi semua pihak merosot, hutan akan merosot kualitasnya.
Hutan memang sumber devisa tapi juga sumber malapetaka jika salah pengolahan nya. Sistim tebang pilih di Indonesia itu masih di ragukan efektivitasnya bagi kelestarian hutan oleh sementara pengamat dan ahli hutan tropis.
Kurangnya tenaga pengawasan meragukan peningkatan lawenforcement. Lambannya penanaman kembali turut meresahkan, sedangkan penebangan-penebangan liar masih mewarnai kehidupan Hutan Nusantara Indonesia ini.
Tingkat erosi penebangan hutan tak seimbang dengan kecepatan reboisasi dan penghijauan yang merangkak lambat, karena kadang-kadang di tengah jalan di terpa berbagai hambatan kelainan manipulasi, birokrasi yang akibatnya hanya 30% mencapai keberhasilan dari target dan dana yang milyaran.
Potensi Hutan terus berkurang, wilayah hutan prima harus di korbankan untuk wilayah transmigrasi. Para transmigran menggarap tanah, dan menggarap pula Hutan sekitarnya untuk menambah pendapatan mereka.
Jumlah penduduk terus beranakan, wilayah permukiman semakin hari semakin meluas, Hutan-hutan berubah di gantikan dengan tiang-tiang kayu yang tak berdaun.
Perkebunan di tingkatkan di perluasan pengembangannya, Hutan pun di tebang berliar wajan Alam pun ikut berubah, hutan tropis juga ikut berkurang. "Hutan untuk manusia, bukan Manusia untuk Hutan".
Penulis: Adalah Mahasiswa Aktif Di Kampus Uncen FMIPA
Previous article
Next article
Belum ada Komentar
Posting Komentar